Banda Aceh - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Aceh diminta menetapkan Bupati Aceh Utara, Muhammad Thaib, akrab disapa Cek Mad, sebagai tersangka dalam perkara dugaan korupsi dana pinjaman daerah pada PT BPD Aceh Cabang Lhokseumawe tahun 2009, Rp 7,5 Milyar yang menjerat mantan bupati Aceh Utara, Ilyas A Hamid (Ilays Pase).
Dalam kasus itu, pria yang akrab disapa Cek Mad, diduga turut menikmati secara bersama-sama dana tersebut ketika ia menjabat penasihat Bupati Aceh Utara tahun 2009.
Permintaan itu disampaikan pengacara Ilyas Pase, Sayuti Abubakar MH kepada ketua majelis hakim Sulthoni MH seusai memeriksa saksi ahli dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Aceh di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banda Aceh, Senin (7/12).
Perkara itu juga menyeret Kepala Bagian (Kabag) Ekonomi dan Investasi Setdakab Aceh Utara, Melodi Taher, saat itu yang kini sudah divonis dan menjalani sisa masa hukuman di Rutan Banda Aceh di kawasan Kajhu, Aceh Besar.
Menurut Sayuti, dari fakta-fakta persidangan menyebutkan bahwa Cek Mad ikut menerima aliran dana pinjaman daerah tersebut. Bahkan, dalam dakwaan terdakwa Ilyas Pase disebutkan bahwa Cek Mad pernah menerima uang dalam tiga tahap, masing-masing Rp 1.343.611.112, Rp 713.611.112, dan Rp 630 juta. “Kami meminta Saudara Jaksa untuk menetapkan Muhammad Thaib sebagai tersangka karena dia ikut terlibat,” kata Sayuti.
Sayuti juga meminta majelis hakim memanggil paksa bupati dari Partai Aceh itu. Pasalnya, selama ini Cek Mad selalu mangkir ketika dipanggil JPU untuk hadir ke persidangan. “Muhammad Thaib sudah tiga kali tidak memenuhi panggilan Saudara Jaksa Penuntut Umum. Kami meminta majelis hakim untuk memanggil paksa Muhammad Thaib,” pinta Sayuti sebelum hakim melanjutkan sidang hingga Senin (14/12).
Mangkirnya Cek Mad dari panggilan jaksa bukan kali ini saja terjadi. Berdasarkan catatan Serambi, hal serupa juga pernah terjadi ketika mantan kepala Bagian Ekonomi dan Investasi Melodi Taher disidang. Saat itu jaksa terpaksa membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) Cek Mad ketika diperiksa oleh penyidik.
Selain itu, dana tersebut juga dibagi-bagikan untuk beberapa pejabat lainnya di Aceh Utara atas arahan Ilyas Pase. Mereka adalah Tarmizi Abbas selaku Penasihat Bupati Aceh Utara Tahun 2009, Rp 524.923.376, Junaidi selaku anggota DPRK Aceh Utara tahun 2009 Rp 736.088.513, Junaidi selaku Ketua KONI Aceh Utara tahun 2009, Rp 500 juta, dan Muhammad Yahya selaku Ketua Koperasi Perkebunan Sawit di Kecamatan Kota Makmur, Aceh Utara, Rp 450 juta.
Juga diserahkan untuk Misbahul Munir selaku anggota DPRK Aceh Utara tahun 2009 Rp 300 juta dan untuk Perusahaan Daerah (PD) Bina Usaha sebesar Rp 3,311,500,000. Dana itu dipergunakan untuk melunasi utang pribadi Ilyas A Hamid dan Muhammad Thaib serta fee utang tersebut kepada Direktur Utama PD Bina Usaha secara tunai. Sedangkan sisanya Rp 93.177.000 digunakan untuk keperluan pribadi Melodi Taher.
Padahal, dana itu akan digunakan untuk membiayai kegiatan pembangunan yang belum mendapat pengesahan APBK tahun 2009 dan bantuan masyarakat miskin korban konflik.
Tapi, Ilyas memerintahkan Melodi untuk melakukan pencairan dana itu secara bertahap dan diserahkan kepada beberapa nama tanpa diketahui pejabat pengelola keuangan daerah (PPKD) sebagai bendahara umum daerah (BUD). Berdasarkan hasil audit BPKP Perwakilan Aceh negara dirugikan Rp 7,5 miliar.(Serambinews.com 8 Desember 2015)
Dalam kasus itu, pria yang akrab disapa Cek Mad, diduga turut menikmati secara bersama-sama dana tersebut ketika ia menjabat penasihat Bupati Aceh Utara tahun 2009.
Permintaan itu disampaikan pengacara Ilyas Pase, Sayuti Abubakar MH kepada ketua majelis hakim Sulthoni MH seusai memeriksa saksi ahli dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Aceh di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banda Aceh, Senin (7/12).
Perkara itu juga menyeret Kepala Bagian (Kabag) Ekonomi dan Investasi Setdakab Aceh Utara, Melodi Taher, saat itu yang kini sudah divonis dan menjalani sisa masa hukuman di Rutan Banda Aceh di kawasan Kajhu, Aceh Besar.
Menurut Sayuti, dari fakta-fakta persidangan menyebutkan bahwa Cek Mad ikut menerima aliran dana pinjaman daerah tersebut. Bahkan, dalam dakwaan terdakwa Ilyas Pase disebutkan bahwa Cek Mad pernah menerima uang dalam tiga tahap, masing-masing Rp 1.343.611.112, Rp 713.611.112, dan Rp 630 juta. “Kami meminta Saudara Jaksa untuk menetapkan Muhammad Thaib sebagai tersangka karena dia ikut terlibat,” kata Sayuti.
Sayuti juga meminta majelis hakim memanggil paksa bupati dari Partai Aceh itu. Pasalnya, selama ini Cek Mad selalu mangkir ketika dipanggil JPU untuk hadir ke persidangan. “Muhammad Thaib sudah tiga kali tidak memenuhi panggilan Saudara Jaksa Penuntut Umum. Kami meminta majelis hakim untuk memanggil paksa Muhammad Thaib,” pinta Sayuti sebelum hakim melanjutkan sidang hingga Senin (14/12).
Mangkirnya Cek Mad dari panggilan jaksa bukan kali ini saja terjadi. Berdasarkan catatan Serambi, hal serupa juga pernah terjadi ketika mantan kepala Bagian Ekonomi dan Investasi Melodi Taher disidang. Saat itu jaksa terpaksa membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) Cek Mad ketika diperiksa oleh penyidik.
Selain itu, dana tersebut juga dibagi-bagikan untuk beberapa pejabat lainnya di Aceh Utara atas arahan Ilyas Pase. Mereka adalah Tarmizi Abbas selaku Penasihat Bupati Aceh Utara Tahun 2009, Rp 524.923.376, Junaidi selaku anggota DPRK Aceh Utara tahun 2009 Rp 736.088.513, Junaidi selaku Ketua KONI Aceh Utara tahun 2009, Rp 500 juta, dan Muhammad Yahya selaku Ketua Koperasi Perkebunan Sawit di Kecamatan Kota Makmur, Aceh Utara, Rp 450 juta.
Juga diserahkan untuk Misbahul Munir selaku anggota DPRK Aceh Utara tahun 2009 Rp 300 juta dan untuk Perusahaan Daerah (PD) Bina Usaha sebesar Rp 3,311,500,000. Dana itu dipergunakan untuk melunasi utang pribadi Ilyas A Hamid dan Muhammad Thaib serta fee utang tersebut kepada Direktur Utama PD Bina Usaha secara tunai. Sedangkan sisanya Rp 93.177.000 digunakan untuk keperluan pribadi Melodi Taher.
Padahal, dana itu akan digunakan untuk membiayai kegiatan pembangunan yang belum mendapat pengesahan APBK tahun 2009 dan bantuan masyarakat miskin korban konflik.
Tapi, Ilyas memerintahkan Melodi untuk melakukan pencairan dana itu secara bertahap dan diserahkan kepada beberapa nama tanpa diketahui pejabat pengelola keuangan daerah (PPKD) sebagai bendahara umum daerah (BUD). Berdasarkan hasil audit BPKP Perwakilan Aceh negara dirugikan Rp 7,5 miliar.(Serambinews.com 8 Desember 2015)
Sebelumnya Nama Ilyas A. Hamid alias Ilyas Pase, tentu tidak asing bagi masyarakat Aceh, khususnya Aceh Utara, populernya nama Ilyas Pase bukan karena prestasi dalam memimpin Aceh Utara Priode 2007-2012, melainkan menjadi terpidana dalam kasus bobolnya kas Pemkab Aceh Utara hingga 220 Milyar.
Dalam kasus dakwaan yang menimpa Ilyas Pase juga membeberkan sejumlah nama aliran dana tersebut, bahkan Ilyas Pase membeberkan modud operandi kejahatan yang dilakukannya.
Seperti dilansir Serambinews.com, Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banda Aceh menggelar sidang perdana terhadap mantan bupati Aceh Utara, Ilyas A Hamid, Rabu (2/9). Pria yang akrab disapa Ilyas Pase ini didakwa telah melakukan korupsi dana pinjaman daerah pada PT BPD Aceh Cabang Lhokseumawe sebesar Rp 7,5 miliar.
Terkait kasus ini, sebelumnya majelis hakim telah terlebih dahulu memvonis terhadap Kabag Ekonomi dan Investasi Melodi Thaher. Sementara Ilyas Pase sudah dua kali menjalani proses hukum setelah sebelumnya terlibat dalam perkara deposito kas Pemkab Aceh Utara Rp 220 miliar bersama mantan wakil bupati Aceh Utara, Syarifuddin SE.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Aceh, Suhendra SH dalam dakwaannya antara lain menjelaskan, Ilyas meminta Kabag Ekonomi dan Investasi Melodi Thaher untuk mengajukan pinjaman kepada PT BPD Aceh Cabang Lhokseumawe Rp 5,5 miliar. Dana itu untuk membiayai kegiatan pembangunan yang belum mendapat pengesahan APBK tahun 2009 dan bantuan masyarakat miskin korban konflik.
Lalu, Melodi menemui Kepala Cabang PT BPD Aceh Cabang Lhokseumawe, Effendi Baharuddin. Namun, permohonan Melodi ditolak karena masih ada pinjaman daerah atas nama Tarmizi Abbas (penasehat bupati), Muhammad Thaib (penasehat bupati), dan Junaidi (anggota DPRK Aceh Utara) yang seluruhnya berjumlah Rp 2 miliar.
“Untuk melunasi utang tersebut, permohonan pinjaman yang semula Rp 5,5 miliar ditambah menjadi Rp 7,5 miliar. Karena itu, Effendi Burhanuddin meminta Melodi Thaher agar memenuhi semua persyaratan administrasi pinjaman, termasuk adanya surat persetujuan DPRK Aceh Utara,” baca Suhendra di depan terdakwa yang di kuasa hukumnya, Imam Syafi’I Siragih SH.
Pada 16 Oktober 2009, Ketua DPRK Aceh Utara menyetujui pinjaman terdakwa dan menandatangani surat persetujuan pinjaman (SPP). Lalu, Melodi Thaher bersama Muhammad Thaib menemui Kepala PT BPD Aceh Cabang Lhokseumawe Effendi Baharuddin untuk menyerahkan surat permohonan.
Usai permohonan diterima, kemudian uang tersebut ditransfer ke rekening Giro Nomor: 030-01.02.590056-6 atas nama Drs Melodi Thaher selaku Kabag Ekonomi dan Investasi Rp 7.274.300.000. Uang itu ditrasfer setelah dipotong biaya provisi dan administrasi perbankan Rp 37,7 juta dan biaya bunga selama tiga bulan ke depan Rp 188 juta.
Setelah uang itu masuk ke rekening, Ilyas Pase selaku penanggung jawab tidak pernah memberitahukan hal tersebut kepada pejabat pengelola keuangan daerah (PPKD) sebagai bendahara umum daerah (BUD). Tapi Ilyas memerintahkan Melodi untuk melakukan pencairan dana itu secara bertahap dan diserahkan kepada beberapa nama. Berdasarkan hasil audit BPKP Perwakilan Aceh negara dirugikan sebesar Rp 7,5 miliar.
JPU Suhendra juga menjelaskan bahwa dana yang ditransfer ke rekening Kabag Ekonomi dan Investasi, Melodi Thaher ditarik dalam dua tahap. Pertama tanggal 16 Oktober 2009 sebesar Rp 3.871.000.000 dan kedua tanggal 19 Oktober 2009 sebesar Rp 3.441.000.000.
Berdasarkan arahan Ilyas Pase, uang itu diserahkan kepada Tarmizi Abbas selaku Penasehat Bupati Aceh Utara Tahun 2009, Rp 524.923.376, Junaidi selaku anggota DPRK Aceh Utara tahun 2009 Rp 736.088.513, Junaidi selaku Ketua KONI Aceh Utara tahun 2009, Rp 500 juta, dan Muhammad Yahya selaku Ketua Koperasi Perkebunan Sawit di Kecamatan Kota Makmur, Aceh Utara, Rp 450 juta.
Selain itu, juga diserahkan untuk Misbahul Munir selaku anggota DPRK Aceh Utara tahun 2009 Rp 300 juta, dan untuk Muhammad Thaib selaku penasihat Bupati Aceh Utara tahun 2009 diberi dalam tiga tahap, masing-masing Rp 1.343.611.112, Rp 713.611.112, dan Rp 630 juta.
Kemudian untuk Perusahaan Daerah (PD) Bina Usaha sebesar Rp 3,311,500,000. Dana itu dipergunakan untuk melunasi utang pribadi Ilyas A Hamid dan Muhammad Thaib serta fee utang tersebut kepada Direktur Utama PD Bina Usaha secara tunai. Sedangkan sisanya Rp 93.177.000 digunakan untuk keperluan pribadi Melodi Thaher. Akibat perbuatannya, Ilyas A Hamid dijerat dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tipikor.
Dalam kasus dakwaan yang menimpa Ilyas Pase juga membeberkan sejumlah nama aliran dana tersebut, bahkan Ilyas Pase membeberkan modud operandi kejahatan yang dilakukannya.
Seperti dilansir Serambinews.com, Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banda Aceh menggelar sidang perdana terhadap mantan bupati Aceh Utara, Ilyas A Hamid, Rabu (2/9). Pria yang akrab disapa Ilyas Pase ini didakwa telah melakukan korupsi dana pinjaman daerah pada PT BPD Aceh Cabang Lhokseumawe sebesar Rp 7,5 miliar.
Terkait kasus ini, sebelumnya majelis hakim telah terlebih dahulu memvonis terhadap Kabag Ekonomi dan Investasi Melodi Thaher. Sementara Ilyas Pase sudah dua kali menjalani proses hukum setelah sebelumnya terlibat dalam perkara deposito kas Pemkab Aceh Utara Rp 220 miliar bersama mantan wakil bupati Aceh Utara, Syarifuddin SE.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Aceh, Suhendra SH dalam dakwaannya antara lain menjelaskan, Ilyas meminta Kabag Ekonomi dan Investasi Melodi Thaher untuk mengajukan pinjaman kepada PT BPD Aceh Cabang Lhokseumawe Rp 5,5 miliar. Dana itu untuk membiayai kegiatan pembangunan yang belum mendapat pengesahan APBK tahun 2009 dan bantuan masyarakat miskin korban konflik.
Lalu, Melodi menemui Kepala Cabang PT BPD Aceh Cabang Lhokseumawe, Effendi Baharuddin. Namun, permohonan Melodi ditolak karena masih ada pinjaman daerah atas nama Tarmizi Abbas (penasehat bupati), Muhammad Thaib (penasehat bupati), dan Junaidi (anggota DPRK Aceh Utara) yang seluruhnya berjumlah Rp 2 miliar.
“Untuk melunasi utang tersebut, permohonan pinjaman yang semula Rp 5,5 miliar ditambah menjadi Rp 7,5 miliar. Karena itu, Effendi Burhanuddin meminta Melodi Thaher agar memenuhi semua persyaratan administrasi pinjaman, termasuk adanya surat persetujuan DPRK Aceh Utara,” baca Suhendra di depan terdakwa yang di kuasa hukumnya, Imam Syafi’I Siragih SH.
Pada 16 Oktober 2009, Ketua DPRK Aceh Utara menyetujui pinjaman terdakwa dan menandatangani surat persetujuan pinjaman (SPP). Lalu, Melodi Thaher bersama Muhammad Thaib menemui Kepala PT BPD Aceh Cabang Lhokseumawe Effendi Baharuddin untuk menyerahkan surat permohonan.
Usai permohonan diterima, kemudian uang tersebut ditransfer ke rekening Giro Nomor: 030-01.02.590056-6 atas nama Drs Melodi Thaher selaku Kabag Ekonomi dan Investasi Rp 7.274.300.000. Uang itu ditrasfer setelah dipotong biaya provisi dan administrasi perbankan Rp 37,7 juta dan biaya bunga selama tiga bulan ke depan Rp 188 juta.
Setelah uang itu masuk ke rekening, Ilyas Pase selaku penanggung jawab tidak pernah memberitahukan hal tersebut kepada pejabat pengelola keuangan daerah (PPKD) sebagai bendahara umum daerah (BUD). Tapi Ilyas memerintahkan Melodi untuk melakukan pencairan dana itu secara bertahap dan diserahkan kepada beberapa nama. Berdasarkan hasil audit BPKP Perwakilan Aceh negara dirugikan sebesar Rp 7,5 miliar.
JPU Suhendra juga menjelaskan bahwa dana yang ditransfer ke rekening Kabag Ekonomi dan Investasi, Melodi Thaher ditarik dalam dua tahap. Pertama tanggal 16 Oktober 2009 sebesar Rp 3.871.000.000 dan kedua tanggal 19 Oktober 2009 sebesar Rp 3.441.000.000.
Berdasarkan arahan Ilyas Pase, uang itu diserahkan kepada Tarmizi Abbas selaku Penasehat Bupati Aceh Utara Tahun 2009, Rp 524.923.376, Junaidi selaku anggota DPRK Aceh Utara tahun 2009 Rp 736.088.513, Junaidi selaku Ketua KONI Aceh Utara tahun 2009, Rp 500 juta, dan Muhammad Yahya selaku Ketua Koperasi Perkebunan Sawit di Kecamatan Kota Makmur, Aceh Utara, Rp 450 juta.
Selain itu, juga diserahkan untuk Misbahul Munir selaku anggota DPRK Aceh Utara tahun 2009 Rp 300 juta, dan untuk Muhammad Thaib selaku penasihat Bupati Aceh Utara tahun 2009 diberi dalam tiga tahap, masing-masing Rp 1.343.611.112, Rp 713.611.112, dan Rp 630 juta.
Kemudian untuk Perusahaan Daerah (PD) Bina Usaha sebesar Rp 3,311,500,000. Dana itu dipergunakan untuk melunasi utang pribadi Ilyas A Hamid dan Muhammad Thaib serta fee utang tersebut kepada Direktur Utama PD Bina Usaha secara tunai. Sedangkan sisanya Rp 93.177.000 digunakan untuk keperluan pribadi Melodi Thaher. Akibat perbuatannya, Ilyas A Hamid dijerat dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tipikor.
Editor Bustami
loading...
Memang dasar penipu masyarakat ya begini jadinya.
ReplyDeleteMemang dasar penipu masyarakat ya begini jadinya.
ReplyDeletePancuri dum lagoe di Kanto???
ReplyDeleteawak PA mandumnyan
Delete